Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

SEBAIT DO’A UNTUK ABAH

SEBAIT DO’A UNTUK ABAH
Oleh : Ida Hasan

Tanah yang basah dan semerbak wangi bunga kenanga masih melekat di indra penciuman laksana aroma kematian dan angin yang menerpa rumpun bambu seolah menari mengiringi langkah para peziarah. Suara daun bambu yang menari bagaikan lagu yang melantunkan kesedihan nan pilu di susdut hati yang terasa kosong ini. Peziarah masih terlihat beberapa di area pemakaman yang mulai lengang karena sore mulai merangkak memeluk senja. Sejak 3 bulan yang lalu setiap Kamis sore atau Jum’at sore kusempatkan untuk mengunjungi pusara abah sekedar mengirim do’a untuk menghapus kerinduan pada lelaki pemilik cinta pertamaku. Angin terasa lembut membelai raga yang rapuh seolah memahami kesedihan ini. Tidak bisa ku pungkiri bahwa kepergian abah masih menyisakan gurat luka kesedihan yang begitu dalam.

Takdir hidup telah menggariskan abah untuk berpulang hari ini. Usia yang tidak muda lagi, 75 tahun tapi rasanya baru kemarin aku berada dalam buaiannya. Berjuang melawan penyakit jantung coroner dan darah tinggi yang diderita abah sejak 10 tahun yang lalu dan koma selama satu minggu di RS, akhirnya abah harus pulang, menghadap Ilahi sang pemilik hidup.

Aku dan saudara-saudara yang lain hanya pasrah walaupun tidak bisa dikatakan menyerah pada takdir karena telah banyak yang kami lakukan demi kesembuhan abah, lelakiku pemilik cinta pertamaku itu.

Tak ada tangis dan air mata mengantar jenazah abah ke peristirahatan terakhirnya. Bukan tidak sedih harus berpisah dengan abah yang telah mendampingi dan mendidikku tapi karena ingin menjalankan amanah beliau semasa hidup agar tidak bersedih bahkan menangis berlebihan saat berduka.

Hati ini tidak hanya terasa pedih tapi juga hancur berkeping-keping tetapi harus terlihat kuat agar abah bisa tersenyum lega meninggalkan dunia juga kami putra putrinya untuk menghadap sang Ilahi.

Rinai hujan gerimis yang membasahi bumi dan angin sepoi yang membelai tubuhku melengkapi kesyahduan malam diakhir pekan ini dan kami habiskan dengan meluangkan waktu di rumah bersama suami dan anak-anak. Terlihat si sulung duduk lesehan di samping kursi, sibuk dengan beberapa buku sementara si bungsu terlihat asyik dengan mainan mobil-mobilannya. Kebersamaan seperti ini memang menjadi agenda akhir pekan karena pada hari-hari yang lain kami sibuk dengan rutinitas kegiatan masing-masing.

Teh melati panas yang dibuatkan suamiku belum juga kusesap. Aroma melati yang menguar biasanya sangat menenangkan akan tetapi tidak kali ini. Entah, justru embun di sudut mata tidak bisa aku bendung, lolos begitu saja.

“Kenapa?” Tanya suamiku singkat. Mungkin lelaki yang telah 19 tahun mendampingiku ini melihat gurat kesedihan dan embun di sudut mata yang lolos begitu saja sejak tadi.

Segera kuhapus jejak air mata dengan punggung tangan, tak ingin beliau turut sedih dengan kondisiku saat ini. “Ah, cuma kangen abah saja”, ujarku seraya mengambil cangkir teh dan menyesapnya sedikit. Hangat mulai menjalari tenggorokanku.

“Terima kasih, tehnya”. Seulas senyum ku cipta dari bibir ini demi menyenangkannya

“Tidak perlu menangis lagi, abah sudah tenang disana. Kirim do’a dan surat Fatihah, Insyaallah itu lebih baik”.

“Insyaallah, selalu aku kirim do’a setiap selesai sholat. Terima kasih, sudah mengingatkan”

Segera ku habiskan sisa teh yang masih di cangkir dan mengajak kedua anakku untuk segera sholat Isya’ dan tidur karena malam semakin larut,

Setelah menunaikan kewajiban 4 raka’at dan berdzikir di musholla kecil samping ruang tengah, segera kulipat mukena dan menyimpannya pada rak kecil di ujung musholla ini. Setelah itu kusempatkan masuk ke kamar anak-anak untuk mengingatkan agar tidak lupa sikat gigi dan segera tidur agar tidak kesiangan untuk sholat shubuh esok hari. Selesai rutinitas itu aku segera ke kamar tidurku dan beranjak ke pembaringan. Selimut telah menutup separuh badan tapi pikiran tetap tidak bisa diajak kompromi. Entah mengapa bayangan wajah abah tidak pernah bisa hilang dari ingatanku. Kepingan ingatan muncul begitu saja dan seolah tergambar sangat jelas. Seperti malam ini, seharusnya ada abah ditengah keluraga kecilku untuk bersama menghabiskan malam sambil bercerita keseruan kegiatan anak-anakku dan pastinya dengan mendengarkan petuah’petuah beliau. Namun, malam ini kami hanya berempat saja, terasa ada yang kurang. Tidak ada lagi petuah-petuah dari abah untuk menyiram kalbu yang mulai terasa gersang dengan sibuknya urusan pekerjaan. Ah, abah…aku rindu.

“Biasakanlah membaca basmalah untuk memulai kegiatan. Insyaallah akan dimudahkan semua urusan kalian. Hal yang terlihat sepele tapi manfaatnya luar biasa dan yang utama itu adalah tuntunan nabi kita”, pesan abah saat kami berkumpul menghabiskan sore di teras rumah dengan ditemani kopi susu panas dan martabak asin kesukaan kami. Singkat namun sarat akan makna.

“Iya, Kek. Kemarin di sekolah, guru agama juga bercerita tentang kisah keutamaan membaca ‘bismillah’. Kakek, pengen tahu nggak kisahnya seperti apa?. Kakak, sini deh. Adik punya cerita bagus nih”. Celoteh lucu si bungsu ini membuat abah dan aku tersenyum.

Si kakak cemberut menanggapi ajakan adiknya, mungkin merasa terganggu karena sedang asyik membaca buku cerita. “Iya, tapi jangan cerita yang ga jelas kaya waktu itu loh”, jawab si kakak sambil berjalan dan duduk di samping abah, kakeknya.

“Ceritanya itu begini, Kak”, cicit si bungsu sambil memperbaiki duduknya. Jaman dahulu ada sepasang suami istri. Suaminya dzolim dan suka marah-marah sementara istrinya taat beribadah. Hal yang tidak disukai oleh suami terhadap istrinya itu karena si istri selalu membaca basmalah saat melakukan apapun. “Bismillah, bismillah, bismillah lagi, ngapain coba baca itu terus”, kata si suami. Nah suatu ketika suaminya punya niat untuk memberi pelajaran sama istrinya biar tidak baca bismillah terus. Si suami berpura-pura menitipkan uang pada istrinya kemudian si istri menyimpan uang tersebut dengan diawali membaca bismillah namun saat istri berlalu si suami mengambil uang itu kembali dan membuangnya ke sumur. Setelah beberapa hari si suami ini memanggil si istri untuk meminta kembali uangnya. Si istri segera mengambil ditempat dia menyimpan. Dengan membaca bismillah diambilnya uang itu dan diberikan pada suaminya. Betapa kaget suaminya itu karena sudah yakin kalau uangnya sudah dibuang ke sumur. Sejak saat itu suami percaya jika Allah akan melindungi ummatNya jika selalu mengingat AsmaNya. “Begitu, Kak, baguskan ceritanya.

“Nih, kaya gini kalau mau makan martabak baca bismillah dulu biar dapat berkahnya juga dapat enaknya”, lalu si bungsu mencomot sepotong martabak yang masih hangat.

“Modus” Baca bismillahnya benar, tuh, tapi martabaknya memang doyan, seru si kakak.

“Sudah, sini duduk dekat kakek semua”. Kakek mau cerita keutamaan membaca bismillah. “Mau, dengerin nggak nih?” Tanya abah pada cucu-cucunya.

Si kakak dan si bungsu menjawab serempak. “Mau”, jawab mereka dan beringsut mendekati kakeknya.

“Didengarkan baik-baik, ya”.

Dalam setiap kegiatan kita, misalnya mau belajar, makan, berangkat sekolah, dan lain-lain maka kita wajib mengawalinya dengan membaca bismillah agar apa yang kita kerjakan itu berkah dan mendapat pahala. Nabi Muhammad SAW, bersabda yang artinya: “Tidaklah seorang hamba mengucapkan Bismillaahirrahmaanirrahiim, melainkan Allah menyuruh para malaikat yang mulia dan pencatat amal agar menulis dalam lembaran catatan amalnya 400 (empat ratus) kebaikan”.

Si sulungku berseloroh, “wah, hebat ya, Kek. Dengan membaca bismillah kita sudah punya empat ratus kebaikan. Kalau sehari kita baca sepuluh kali sudah banyak tabungan kebaikan kita, ya. Subhanallah…”. “Kalo kaya gini, aku nggak mau lupa lagi baca bismillah” lanjutnya lagi.

“Aku juga” si bungsu tak mau ketinggalan menimpali pembicaraan kakaknya.

Eiittt, masih ada lagi loh. Mau dilanjut nggak, nih?” Tanya abah lagi

Kompak mereka menjawab, “mau, Kek”.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa yang membaca Bismillah sebanyak 21 (dua puluh satu) kali ketika hendak tidur, maka akan terpelihara dari gangguan syaitan, kecurian, kebakaran, maut mendadak dan bala’.

“Nah, makanya sebelum tidur jangan lupa baca bismillah biar nggak mimpi yang serem”.

“Iya, Kek”

“Bagus, gini kompak terus. Kan, adem nih lihatnya” selorohku sambil melirik kedua buah hati yang menggemaskan ini.

“Adik, nih, yang sering ganggu” jawab si kakak.

“Enak aja, Kakak nggak mau berbagi”.

Abah segera menengahi mereka, “Sudah, ayo mau Kakek lanjutin kisahnya”.

Pada suatu hari Rasulullah SAW melewati pemakaman Baqi’, saat Nabi berada di suatu kuburan beliau menyeru kepada sahabatnya, “Berjalanlah dengan cepat dan tinggalkan dengan segera kuburan ini”. Para sahabat berjalan dengan cepat dan menjauhkan diri dari kuburan itu. Saat pulang dan melewati kuburan itu, para sahabat berjalan dengan cepat namun Rasulullah melarangnya. “Wahai Rasulullah mengapa saat berangkat engkau menyuruh kami berjalan dengan cepat dan sekarang emgkau melarang?” tanya sahabat kepada Rasullullah. Kemudian Rasullullah menjelaskan bahwa saat berangkat jenazah di kuburan tersebut sedang disiksa oleh malaikat sehingga terdengar rintihannya akan tetapi saat ini Allah sedang mencurahkan RahmatNya kepadanya. “Wahai Rasulullah apa yang menyebabkan ia merasakan siksa dan memperoleh rahmat?” Para sahabat bertanya kembali pada Rasullullah. Rasulullah menjawab “pria ini seorang fasik yang gemar berbuat dosa maka dia merasakan siksa kubur sejak dikubur hingga beberapa saat lalu. Ia memiliki seorang putra yang diajarkan oleh gurunya membaca ‘Bismillahirrohmanirrahim’. Ketika si anak mengucapkannya saat itu pula terdengar seruan untuk malaikat penyiksa untuk menghentikan siksaannya. “Berhentilah, jangan kalian menyiksanya sedangkan putranya saat ini dalam keadaan mengingatKU”.

“Nah, sudah tahu kan bagaimana Allah memberikan banyak manfaat dan kebaikan dari bacaan ‘bismillah’?”

“Iya, Kek. Subhanallah”

“Tapi sudah mulai ngantuk, nih”. Sudah tidur dulu, jangan lupa baca bismillah, ya!.

“Seru, Kek. Masih pengen lanjut lagi kisahnya”, pinta si kakak.

“Besok, ya”. Abah berjanji melanjutkan kisah keutamaan bismillah pada kedua cucunya esok hari.


Seketika air mata ini deras membasahi selimut yang ku pakai. “Ya Allah…kesedihan ini tidak boleh merajai hatiku sehingga aku lupa untuk berdo’a”, batinku. Secara tidak langsung Allah sudah mengingatkanku untuk tidak berlebihan dan terlalu larut dalam kesedihan karena kepergian abah. Segera aku beranjak dari tempat tidur dan menuju kamar mandi untuk berwudhu.

Terlihat suami tercinta sedang menggelar sajadah. “Mau sholat tahajud berjama’ah?” tanyanya lembut dan seulas senyum yang terbit begitu mendamaikan hati ini.

“Iya, boleh” jawabku seraya menggunakan mukena.

Selesai tahajud aku lanjutkan dengan membaca beberapa lembar mushaf dan aku tutup dengan do’a yang aku langitkan untuk abah.

“Bismillahirrahmanirrahim, Ya Allah, yang ditanganMu tergenggam kemaharajaan. Engkau Maha Kuat atas segala sesuatu. Yang telah mengadakan kehidupan dan kematian untuk menguji kami, siapa yang paling baik amalnya. Ya Allah, limpahkan rahmat kepada abah, terimalah segala amal ibadahnya, hapuskan semua dosa dan kesalahannya. Jadikanlah kuburnya sebagai taman surga dan muliakanlah kehidupannya kelak di hari pembalasan. Aamiin…

Ku usap wajah dengan telapak tangan, walau air mata masih menetes tapi hati terasa jauh lebih lega, tenang dan ikhlas. Abah, tenanglah di SisiNya, insyaallah aku akan melanjutkan kehidupan ini dengan semua kearifan yang telah engkau ajarkan. Bismillahirrahmanirrahim…


*Sumber: http://JunaidiZainulhasan.blogspot.com


Bionarasi

Ida hasan, seorang ibu dari 3 anak yang belajar merangkai untaian kata menjadi hikmah. Bercita-cita untuk bisa berkarya dan dikenal dengan karya yang dituang dalam bentuk tulisan. Aktif di FB dengan nama Ida Hasan

Tulisan receh ini saya dedikasikan untuk suami dan anak-anak juga kepada cikgu Uni Leny Khan yang dengan sabar membimbing dan mendampingi lahirnya cerpen ini.

Posting Komentar untuk "SEBAIT DO’A UNTUK ABAH"