Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Luka Batin Anak, Apa Tandanya?


Oleh Ahmad Sofyan Hadi

Saya menjalani terapi sejak tahun 2012, dimana klien saya rata-rata wanita usia antara 20 - 50 tahun. Tools yang saya gunakan saat itu EFT (Emotional Freedom Technique) yang dipelajari di whokshop-nya Pak Adi W Gunawan.

Adapun sasaran terapi adalah luka batin mereka yang saya bedah melalui analisa tanda tangan. Luka batin itu membuat mereka bermasalah sehingga datang ke saya.

Apa masalah mereka?

Terutama wanita usia 20 tahunan, bahkan sampai usia 30 tahuhan ingin diterapi karena masalah jodoh. Mereka menemukan pola yang sama: kenal-dekat-dikhianati.

Bahkan ada satu wanita yang sampai merasa "tak ada yang akan menerimaku lagi" karena merasa tidak suci, saking terlalu dekatnya dulu.

Pertanyaannya adalah kok bisa mereka "terperangkap" dalam pola hubungan yang menyengsarakan? Inilah yang kemudian saya bedah melalui analisa tanda tangan.

Lalu terbukalah, ternyata akar masalah adalah mencari perhatian karena merasa tak diperhatikan di keluarga. Maksud tidak diperhatikan adalah mengalami kekerasan baik fisik maupun verbal.

Jangan bayangkan mereka setiap hari dipukuli di rumahnya, tidak seperti itu. Mereka tetap "harmonis" seperti kebanyakan keluarga, tapi ada satu atau beberapa kenangan yang tak mereka lupakan bahkan cenderung ingin dilupakan, saking pahitnya kenangan itu.

Demi mendapatkan perhatian, mereka "menjual murah" dirinya sendiri. Sekedar ditanya "sudah makan belum" langsung luluh dan merasa "cuma kamu yang seperhatian itu" lalu demi mendapatkan perhatian lagi, rela menyerahkan segalanya.

Padahal bisa jadi sipenanya menanyakan itu ke beberapa orang yang jadi "targetnya."

Selain yang belum menikah, saya pun kedatangan klien yang sudah berkeluarga. Masalahnya adalah hub suami istri yang tidak harmonis, anak yang dianggap bermasalah, serta bisnis yang selalu rugi.

Ternyata, akar masalah mereka balik lagi ke trauma masa kecil yang membentuk persepsi hidup secara permanen. Merasa selalu diabaikan, tidak dihargai, membuat seseorang berambisi untuk sukses.

Akibatnya, bersikap ceroboh saat berinvestasi atau membangun bisnis sebab terlalu bernafsu dengan janji keuntungan. Tidak tahunya merugi dan itu berulang kali.

Keputusan seseorang memang dipengaruhi pola pikir, setuju? Lalu pola pikir paling dasar kita adalah mencari kesenangan. Alasan mencari kesenangan adalah karena merasa menderita.

Sepanjang seseorang merasa menderita, maka ia (bernafsu) mencari kesenangan. Seluruh logika berfikir diarahkan, difokuskan untuk mendapatkan kesenangan.

Seringkali, karena dorongan nafsu itu menjadi ceroboh, kurang perhitungan, tidak teliti. Akibatnya rugi lagi-rugi lagi.

Sekarang saya membuat sistem terapi yang lebih efektif dimana klien dituntun untuk melalukan terapi secara mandiri adapun panduan disajikan secara online.

Beberapa member ada yang mengadukan anak-anak mereka yang mudah sakit, sering dibully, suka berbohong, tidak mau sekolah, melawan orang tua, sulit diajak shalat, ketagihan HP atau game, dan lain-lain.

Anak-anak ini berusia SD ke atas dan beberapa sudah bisa membubuhkan tanda tangan. Setelah saya analisa tanda tangan anaknya, lalu dikonfirmasi ke orang tuanya, rata-rata anak-anak ini adalah korban kekerasan orang tuanya di masa lalu.

Akhirnya orang tua yang mengadukan masalah anak ini mengakui, pernah melakukan kekerasan ke anak sampai kekerasan fisik.

Bahkan anak usia 3 tahun, hidungnya berdarah karena dipukul dengan buku saat susah makan oleh ibunya. Jangan menghakimi ibunya ya, sebab ibunya dalam posisi sangat tertekan dan tak mampu mengkomunikasikan dengan suami saat itu.

Materi ini tidak sedang menyalahkan para orang tua, tapi memilih memperbaiki kesalahan itu dan menyelamatkan anak sebelum luka batin itu terbawa hingga dewasa.

Posting Komentar untuk "Luka Batin Anak, Apa Tandanya?"